»

About Me

Kamis, 31 Mei 2012

Konsekuensi Yuridis Dikecualikannya Keputusan Tata Usaha Negara yang Bersifat Politik dalam Perkembangan Hukum Tata Usaha Negara

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan Peradilan tata usaha Negara/Peradilan Administrasi Negara merupakan salah satu syarat sebuah negara yang berdasarkan atas hukum. Negara Indonesia adalah negara hukum, dan konstitusi mengatakan Indonesia adalah Negara Hukum, demikian tertulis dalam Konstitusi Tertulis Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Pada abad ke 19 dan permulaan ke abad ke 20 gagasan mengenai Negara hukum ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Istilah Rechtstaat untuk Eropa Kontinental, yaitu pendapat Friedrich Julius Stahl[1] :
a.    Hak-hak asasi manusia
b.    Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu.
c.    Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan
d.   Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Prof Dr. Muchsan SH, Peradilan Administrasi memiliki kompetensinya sendiri, sehingga hanya sengketa-sengketa administrasi sajalah yang diperiksa dan diadili oleh pengadilan administrasi. Sedangkan suatu sengketa dapat dianggap sebagai sengketa administrasi, apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut[2] :
a.       Adanya suatu aturan hukum yang abstrak yang mengikat umum serta terletak dalam lapangan HTN atau HAN, yang dapat diterapkan pada suatu perselisihan;
b.      Adanya suatu perselisihan yang konkret;
c.       Adanya sekurang-kurangnya dua pihak, di mana salah satu pihak ataupun ke dua-duanya merupakan alat administrasi negara yang sedang menjalankan fungsinya;
d.      Adanya suatu aparatur peradilan yang berwenang memutuskan perselisihan tersebut.
Perkembangan praktek peradilan mengenai KTUN sebagai objek gugatan di Pengadilan TUN yang dalam beberapa tahun terakhir ini marak digugat, yaitu berupa produk-produk hukum berupa Surat Keputusan, dimana Pejabat yang menerbitkannya secara formal berada di luar lingkup Tata Usaha Negara, tetapi substansinya merupakan urusan pemerintahan, misalnya: Surat-surat Keputusan Ketua DPRD mengenai penentuan bakal calon Bupati, Walikota, dan sebagainya, ataupun juga Surat-surat Keputusan Ketua Partai Politik, dan sebagainya..

Demikian juga, ada gugatan-gugatan yang objek gugatannya berupa surat-surat Keputusan Pejabat TUN yang diterbitkan atas dasar kewenangannya yang berada di luar urusan pemerintahan (eksekutif), misalnya: dibidang ketatanegaraan, atau berkaitan dengan bidang politik. Sebagai contoh, surat keputusan Menteri dalam negarai yang melantik Bupati dan wakil Bupati pun di gugat di pengadilan tata usaha negara[3]. Dalam bidang Hukum Tata Usaha Negara ada beberapa macam keputusan tata usaha negara yang dikecualikan yang bukan menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara yaitu :
Pasal 2 butir (1) UU No. 5 Tahun 1986 jo. Pasal 2 butir (1) UU No. 9 Tahun 2004, yang berbunyi:
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini:
(1) Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata
(2) Keputusan Tata Usaha Negara yang bersifat umum
(3) Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan
(4)Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan bersadarkan ketentuan KUHP atau KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.
(5) Keputusan Tata Usaha Negara yang dikelauarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(6) Keputusan Tata Usaha Negara mengenai angkatan bersenjata republik indonesia
(7) Keputusan Panitia Pemilihan, baik di Pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.
Berdasarkan hal tersebut maka timbul permasalahan yaitu Bagaikanakah Konsekuensi Yuridis dikecualikannya Keputusan Tata Usaha Negara yang Bersifat Politik dalam perkembangan Hukum Tata Usaha Negara ?










BAB II
PEMBAHASAN
A.  Yurisdiksi Peradilan Tata Usaha Negara
Kompetensi absolut Peradilan TUN diatur di dalam Pasal 1 Angka (3) UU No. 5 Tahun 1986 yang berbunyi:
Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat Konkret, individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Berdasarkan rumusan Pasal 1 Angka (3) di atas dapat dipahami bahwa suatu KTUN adalah produk yang diterbitkan oleh Pejabat TUN (atau Jabatan TUN) berdasarkan wewenang yang ada padanya (atributie) atau diberikan padanya dalam bidang urusan pemerintah (delegatie). Selanjutnya apa yang dimaksud dengan “urusan pemerintah”?
Penjelasan Pasal 1 Angka (1) menyebutkan bahwa, yang dimaksud dengan “urusan pemerintahan” ialah “kegiatan yang bersifat eksekutif”. Dengan demikian, tidaklah termasuk di dalamnya kegiatan yang bersifat legislatif dan yudikatif (jika bertitik tolak pada teori trias polika Montesquieu dalam ketatanegaraan mengenai pembidangan kekuasaan Negara).
Salah satu kata kunci yang penting dalam suatu KTUN adalah adanya “wewenang” atau “kewenangan” yang selalu harus ada dan yang menjadi dasar berpijak bagi Pejabat TUN untuk dapat melakukan tindakan-tindakan hukum dan khususnya dalam hal ini adalah menerbitkan keputusan-keputusan TUN sebagai salah satu instrumen yuridis dalam menjalankan pemerintahan. Wewenang dalam menjalankan urusan pemerintahan tersebut dapat dilakukan melalui perbuatan atau tindakan yang bersifat atau menurut hukum publik, maupun yang bersifat atau menurut hukum privat.
Salah satu ciri yang terpenting dalam penerapan wewenang menurut hukum publik tersebut (terutama dalam menerbitkan Keputusan-keputusan TUN) adalah bahwa penerapan wewenang yang demikian itu membawa akibat atau konsekuensi hukum, yaitu lahirnya hak dan kewajiban yang bersifat hukum publik bagi warga masyarakat yang bersangkutan, kewenangan mana dapat dipaksakan secara sepihak (bersifat unilateral).[4] Pada dasarnya wewenang hukum publik dikaitkan selalu pada jabatan publik yang merupakan organ pemerintahan (bestuurs orgaan) dan menjalankan wewenangnya dalam fungsi pemerintahan, yang dalam segala tindakannya selalu dilakukannya demi kepentingan umum atau pelayanan umum (public service). Pada organ pemerintahan yang demikian, melekat pula sifatnya sebagai pejabat umum (openbaar gezag). Pasal Angka (2) UU No. 5 Tahun 1986 merumuskan Badan atau Pejabat (jabatan) TUN secara sangat umum, yaitu bahwa:
Badan atau Pejabat TUN adalah Badan atau Pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Rumusan di atas sedemikian luasnya, sehingga “Apa saja dan siapa saja yang berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, pada suatu saat melaksanakan suatu urusan pemerintahan, maka menurut undang-undang ini ia dapat dianggap berkedudukan sebagai Badan atau Pejabat TUN”.


B.       Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikecualikan
Dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 sebagaiaman telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 menyebutkan bahwa :
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang ini:
1        Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata.
2        Keputusan tata usaha negara yang bersifat umum
3        Keputusan tata usaha negara yang masih memerlukan persetujuan
4        Keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan bersadarkan ketentuan KUHP atau KUHAP atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana.
5        Keputusan tata usaha negara yang dikelauarkan atas dasar hasil pemeriksaan badan peradilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
6        Keputusan tata usaha negara mengenai Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
7        Keputusan Panitia Pemilihan, baik di Pusat maupun di daerah mengenai hasil pemilihan umum.
Menurut Prof. Dr. Muchsan, SH,[5] dalam Hukum tata usaha negara ada Keputusan tata usaha negara yang dikecualikan yaitu :
a.       KTUN yang bersifat Kontraktual
b.      KTUN yang dikeluarkan dalam keadaan darurat
c.       KTUN yang bersifat umum.
d.      KTUN dibidang Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
e.       KTUN yang bersifat Politik.

C.  Pengecualian KTUN yang Bersifat Politik
Dalam beberapa kasus ternyata banyak gugatan yang diajukan merupakan Keputusan Tata usaha negara yang bersifat Politik, misalkan gugatan tersehadap Surat Keputusan Menteri dalam Negeri yang memlantik dan mengangkat Bupati/wakil Bupati yang dimengkan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan digabung terakhir dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 (selanjutnya disebut Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara), menyiratkan bahwa keputusan keputusan atau ketetapan-ketetapan yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah mengenai hasil Pemilihan Umum, tidak dapat digugat di Peradilan Tata Usaha Negara.
Dalam Surat Edara Mahakamah Agung Nomor 7 tahun 2010 mengatakan bahwa : Ketentuan tersebut secara tegas dan eksplisit menyebutkan "hasil pemilihan umum ", hal mana menunjukkan bahwa yang dituju adalah keputusan yang berisi hasil pemilihan umum sesudah melewati tahap pemungutan suara dan yang dilanjutkan dengan penghitungan suara. Dalam hal ini perlu dibedakan dengan tegas antara dua jenis kelompok keputusan, yaitu keputusan-keputusan yang berkaitan dengan tahap persiapan penyelenggaraan PEMILUKADA, dan di lain pihak keputusan-keputusan yang berisi mengenai hasil pemilihan umum.[6] Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa keputusan KPUD yang terkait penetapan calon dan sebagainya sebelum dilakukan pemungutan suara adalah keputusan tata usaha negara yang dapat dijadikan Objek Gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam hal ini dibutuhkan kejelian para pengacara dalam melayani klaiennya karena terdapat beberapa kasus yang sebenarnya bukan ranah PTUN di gugat di PTUN, padahal di dalam beberapa kasus pula itu menjadi Kompetensi Mahkamah Konstitusi. Misalkan keberatan terhadap recall yang dilakukan partai Politik terhadap Anggotanya di Parlemen/ DPR/ DPRD, itu merupakan otoritas partai politik jadi baik permohonan terhadap undang-undang yang mengatur tentang DPR, MPR, DPRD itu adalah kewangan Mahkamah Konstitusi, begitu pula Keputusan Keputusan tata usaha negara yang bersifat politik terkait hal tersebut bukanlah kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara, tetapi Kewenangan Mahkamah Konstitusi.
Indroharto mengatakan bahwa walaupaun keputusan panitia itu benar merupakan keputusan (Beschikking), namun apabila setiap keputusannya mengenai hasil pemilihan umum itu dapat disengkatan di Peradilan tata usaha negara yang akibatnya bisa batal keputusan panitia pemilihan yang bersangkutan itu, maka dikhawatirkan akibat negatifnya akan sangat besar dan luas serta berdampak politis yang besar. Jadi alasan pengecualian ini sebenarnya berada diluar bidang hukum.[7]  Alasan tersebut bersifat metayuridis kendatipun demikian dalam perkembangannya KTUN yang dikecualikan khususnya yang bersifat politik sudah menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi, sehingga dapat dikatakan alasan tersebut sudah bahkan mempunyai alasan yang bersifat yuridis. Sebagai contoh hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh KPU di gugat di Mahkamah Konstitusi.





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Konsekuensi yuridis Keputusan tata Usaha negara yang bersifat Politik pengaruhnya terhadap perkembangan Hukum Tata Usaha Negara Di Indonesia, memberikan dinamika hukum tata usaha negara itu sendiri, dimana adanya gugatan yang objeknya KTUN yang bersifat Politik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
Yang pertama adalah KTUN yang bersifat politik itu bukanlah Keputusan Tata usaha Negara yang dapat di gugat di PTUN karena Pejabat yang mengeluarknya bukan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan (eksekutif),
Yang kedua KTUN Oleh KPU/KPUD pra Pemilu/Pilkada keputusanya merupakan keputusan yang bersifat eksekutif sehingga dapat diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara
Yang ketiga adalah KTUN yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan di bidang Partai politik, Partai Politik bukanlah lembaga Pemerintah sehingga segala keputusan yang terkait pemberhentian dan pengangkatan Anggota DPRD/DPRD merupakan keputusan yang bersifat politik terlebih lagi anggota partai politik tunduk pada AD/ART Partai Politik, sehingga menjadi kompetensi MK dan bukan PTUN untuk memberikan pendapat hukum.
Keempat adalah KTUN yang Bersifat Politik berdasarkan Putusan Yang bersifat tetap,yakni Putusan MK terkait sengketa Pemilu/Pemilukada tidak dapat diajukan ke Peradilan Tata Usaha negara, karena Melanggar asas Nebis In Idem.  


[1] Seperti disebut dalam Oemar Seno Adji  dalam Miriam Budiardjo, 2010, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Pustaka Utama, Jakarta, hal 113
[2] Muchsan, Beberapa Catatan Tentang Hukum Administrasi Negara dan Peradilan Administrasi Negara Di Indonesia, Liberty, Jogjakarta, 1981, hal 49-50
[3]Kalteng Pos, 24 maret 2012, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dalam amar keputusan no 153 tahun 2012 memenangkan gugatan pasangan Sugianto - Eko Soemarno (SUKSES) terhadap putusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) yang melantikan Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kobar Ujang Iskandar - Bambang Purwanto (UJI-BP) 30 Desember 2011 lalu.
[4] Dalam Kuliah Pernah Disampaikan Oleh Prof  Dr Muchsan SH dalam Kuliah Hukun Tata Usaha Negara pada Program Magister Hukum UGM Tanggal 30 Maret 2012 , Bahwa sebenarnya Perbuatan Hukum Publik Pasti bersifat sepihak” Perbuatah Hukum Publik yang Dua Pihak itu sebenarnya “diperdatakan” sedangkan perbuatan hukum Privat Pasti Dua Pihak.
[5] Muchsan, Disampaikan Pada Perkuliahan Hukum tata Usaha Negara Program Magister Hukum UGM, Yogjakarta, tanggal 13 April 2012.
[6] Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Sengketa Mengenai Pemilihan Umum Kepala Daerah
[7] Dalam Bukum Padmo Wahyono dkk, Pejabat sebagai Calon Tergugat dalam Peradilan Tata Usaha Negara, Editor PJJ. Sipayung, diterbitkan atas kerjasama dengan KOPRIM PRAJAMUKTI I Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia sesuai dengan Surat persetujuan Kerjasma yang ditandatangai tanggal 15 agustus 1989, penerbit CV Sri Rahayu, Jakarta 1989. Hal 133

1 komentar:

Ndx mengatakan...

mantap bro...!!! ^_^, o iya sedikit saran dari saya, postingannya diatur lagi agar lebih rapi & menarik, salah satu contohnya: jarak BAB II-nya agak jauh,

Keep Update bro...